
Ahmad Yani, anggota Komisi IV DPRD Kukar. *(ist)
Sambaranews.com, KUTAI KARTANEGARA – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) masih menjadi isu yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PT2TP2A) Kukar, sepanjang tahun 2024 terdapat 197 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan seksual sebagai bentuk kasus yang paling banyak terjadi.
Melihat tingginya angka tersebut, Komisi IV DPRD Kukar menyoroti perlunya langkah serius dari pemerintah dalam menangani persoalan ini. Ahmad Yani, anggota Komisi IV DPRD Kukar, menegaskan bahwa salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah pernikahan di bawah umur yang masih kerap terjadi. Ia menegaskan bahwa praktik ini tidak seharusnya dibiarkan karena dampaknya yang besar terhadap masa depan anak.
“Kita lihat pada prakteknya itu ada pihak dari pemerintah yang membiarkan, tidak bisa di apa-apa tetapi kalau kita tegas bersama semestinya tidak diizinkan ya tunggu sampai dia sesuai umur jangan-jangan diubah,” ujarnya pada Senin (3/2/2025).
Yani mengungkapkan bahwa perlu ada komitmen kuat dari pemerintah untuk tidak hanya memberikan regulasi, tetapi juga memastikan implementasi kebijakan yang lebih tegas. Ia menilai bahwa tanpa ketegasan dalam mencegah pernikahan dini, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan akan terus terjadi, karena anak yang menikah di usia dini sering kali berada dalam situasi yang rentan terhadap kekerasan, baik fisik maupun mental.
Selain itu, ia juga menggarisbawahi pentingnya kesadaran masyarakat dalam mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan. Menurutnya, tidak hanya pemerintah yang memiliki tanggung jawab, tetapi juga orang tua dan lingkungan sekitar. Pendidikan harus menjadi prioritas utama agar generasi muda memiliki pemahaman yang baik tentang hak dan kewajibannya, serta dapat terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi.
“Pendidikan yang diutamakan, semisal ada kecelakaan (hamil di luar nikah) tetap harus ada peran dari orang tua, peran masyarakat dan juga pemerintah bahwa itu jangan sampai terjadi, cegah pergaulan bebas dan seterusnya. Penegakan aturan termasuk juga kerja-kerja pemerintah seperti mencegah perbuatan yang misalnya mendekati zina, kumpul kebo, asusila, dan seterusnya itu harus dilakukan, ini tugas bersama kita,” tegasnya.
Ia berharap bahwa kesadaran kolektif akan pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak semakin meningkat. Dengan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, serta lembaga pendidikan, maka diharapkan angka kekerasan dapat ditekan dan kehidupan anak-anak di Kukar menjadi lebih aman serta terjamin masa depannya. *(ari/nr)