
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Timur Assoc. Prof. Dr. Supardi, SH.MH
sambaranews.com, SAMARINDA – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Timur yang baru dilantik, Assoc. Prof. Dr. Supardi, S.H., M.H., membuat gebrakan besar hanya dua pekan setelah resmi menjabat. Pada Sabtu (2/8/2025), ia mengumumkan keberhasilan mengungkap kembali kasus korupsi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kutai Timur senilai Rp38 miliar yang terjadi pada tahun 2014.
Kasus yang sudah tertahan selama lebih dari satu dekade ini kini menemukan titik terang setelah penetapan dan penahanan seorang tersangka berinisial MSN, yang saat kejadian menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Likuidator PT KTE. Langkah cepat Kajati Supardi menuai apresiasi luas, termasuk dari kalangan akademisi.
Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Dr. Nur Arifudin, S.H., M.H., menyebut capaian ini sebagai “shock therapy” yang sangat dibutuhkan di Kalimantan Timur. Menurutnya, tindakan tegas Kajati tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan moral dan komitmen negara dalam memberantas korupsi.
“Kita sering mendengar kasus-kasus korupsi yang macet di tengah jalan. Penetapan tersangka ini seperti alarm keras agar semua pihak membuka mata,” tegas Nur Arifudin.
Ia menilai, korupsi merupakan ancaman serius bagi masa depan daerah, terlebih Kalimantan Timur saat ini menjadi perhatian nasional karena keberadaan Ibu Kota Nusantara (IKN). Nur mendorong aparat penegak hukum untuk tidak ragu bertindak, apalagi jika bukti sudah mencukupi.
“Penegakan hukum tak boleh ditunda. Jaksa harus berani membawa kasus ke pengadilan agar tidak ada lagi status hukum yang menggantung bertahun-tahun,” tambahnya.
Nur juga menekankan bahwa kepastian hukum adalah fondasi kepercayaan publik terhadap lembaga hukum. Penundaan proses hukum, menurutnya, hanya akan memicu kecurigaan dan mengikis rasa percaya masyarakat.
Selain itu, ia menyoroti latar belakang akademis Kajati Supardi yang pernah menjadi dosen hukum di berbagai perguruan tinggi, termasuk Universitas Mulawarman. Hal ini dinilai menjadi nilai tambah dalam kepemimpinannya.
“Beliau bukan hanya praktisi, tapi juga akademisi. Harapannya, beliau mampu membawa perubahan kultur di lembaga hukum,” ujarnya.
Kasus korupsi BUMD Kutai Timur ini diharapkan menjadi langkah awal penuntasan berbagai perkara lain yang tertunda. Nur menekankan pentingnya sinergi seluruh institusi hukum demi keadilan dan pemulihan kepercayaan publik.
“Sudah saatnya tak ada lagi perkara yang dibiarkan mengambang tanpa kejelasan hukum,” pungkasnya. (vn)