Sambaranews, Jakarta – Insiden kecelakaan yang menimpa dua pesawat latih tempur Super Tucano yang diterbangkan oleh empat prajurit di Pasuruan, Jawa Timur, pada Kamis (16/11), memberikan peringatan kepada TNI untuk segera melakukan perbaikan menyeluruh pada alat utama sistem senjata (alutsista).
Khairul Fahmi, seorang analis militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menyatakan bahwa pengelolaan alat utama sistem senjata (alutsista), termasuk aspek pembelian, perawatan, pemeliharaan, dan kesiapan personel, perlu segera diperbaiki. Ini disebabkan oleh fakta bahwa kecelakaan pesawat TNI bukanlah insiden yang terjadi hanya sekali.
“Kecelakaan satu saja sudah masalah, apalagi kalau kemudian sering terulang, bahkan dalam beberapa tahun ini bisa dikatakan hampir berturut-turut terjadi kecelakaan. Untuk itu perlu pembenahan menyeluruh dalam tata kelola alutsista,” kata Khairul Fahmi kepada wartawan BBC News Indonesia, Kamis (16/11).
Sementara itu, TNI AU kini masih melakukan penyelidikan atas insiden kecelakaan tersebut.
Kecelakaan yang menimpa pesawat latih Super Tucano ini bukan kali pertama. Sebelumnya, pada tahun 2016, pesawat Super Tucano juga pernah jatuh di Kota Malang, Jawa Timur.
Kecelakaan pesawat juga terjadi pada pesawat militer yang lain. Pada Mei 2023, helikopter latih milik TNI AD jatuh di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Hampir satu tahun sebelumnya, pada Juli 2022, pesawat tempur T-501 Golden Eagle jatuh di Blora, Jawa Tengah.
Beberapa bulan kemudian, pesawat latih TNI AL Bonanza G-36 jatuh di Selat Madura, Jawa Timur.
Kronologi jatuhnya Super Tucano di Pasuruan
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan terdapat dua pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano milik TNI AU yang jatuh di Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
“Betul (di Pasuruan) dan ada dua (pesawat tempur),” kata Marsekal Fadjar, dikutip dari kantor berita Antara.
Saat ini TNI AU masih melakukan penyelidikan atas insiden tersebut.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma R Agung Sasongkojati menceritakan, pada pukul 10.51 WIB, Kamis (16/11), beberapa pesawat Super Tucano meluncur terbang dari Lanud Abdulrachman Saleh di Malang, Jawa Timur, untuk melakukan latihan formasi.
Sekitar 20 menit kemudian, tepatnya pada 11.18 WIB, dua pesawat dengan nomor registrasi TT-3111 dan TT-3103 mengalami hilang kontak.
“Dari empat pesawat ini, dua pesawat melanjutkan pelatihan dan dua pesawat lainnya hilang. Masing-masing pesawat berisi dua penerbang,” ungkapnya.
Mereka adalah Letkol (Pnb) Sandhra Gunawan, Kolonel (Adm) Widiono, Mayor (Pnb) Yuda A Seta, dan Kolonel (Pnb) Subhan.
Keempat prajurit TNI itu meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut.
Dua pesawat itu diperkirakan jatuh di daerah Keduwung, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Selain itu, Agung juga menjelaskan bahwa kondisi kedua pesawat dinyatakan baik atau laik untuk terbang.
“Sedang latihan formasi secara rutin. Kedua pesawat ini pada saat terbang dalam kondisi baik, tidak ada masalah,” ucapnya.
Apa itu pesawat Super Tucano?
Dikutip dari situs TNI AU, pesawat EMB-314 Super Tucano adalah pesawat latih lanjut yang memiliki kemampuan anti-perang gerilya, sehingga dapat mendukung misi pengintaian, close air support, dan penumpasan pemberontak.
Pesawat ini dilengkapi dengan sistem senjata internal yaitu dua buah senapan mesin berat kaliber 12,7mm jenis FN Herstal M3P yang ditempatkan di setiap sayapnya.
Selain itu, pesawat ini juga mampu membawa senjata eksternal yang memiliki beban hingga 1.550 kg.
Selain senjata, pesawat ini juga dilengkapi dengan sistem pertahanan diri, seperti RWR (Radar Warning Receiver), MAWS (Missile Approach Warning System), dan chaff/ flare dispenser.
Pemerintah Indonesia memiliki 16 pesawat Super Tucano yang dibeli dari Brasil pada 2012 lalu, dan kemudian ditempatkan pada Skadron 21 Abdulrachman Saleh Malang.
Armada baru ini bertugas menggantikan pesawat OV-10F Bronco yang usianya telah tua.
Merujuk pada Aero Corner, harga pesawat Tucano EMB-314 diperkirakan sekitar US$ 18 juta atau sekitar Rp233 miliar.
Sementara Indonesia membeli 16 pesawat ini dengan total biaya US$143 juta atau sekitar Rp1,3 triliun pada tahun 2012, yang dilakukan secara bertahap.
‘Satu saja sudah masalah, apalagi sering terulang’
Pengamat militer dari ISESS Khairul Fahmi mengatakan jarak waktu yang sama saat hilang kontak memunculkan dugaan bahwa kedua pesawat kemungkinan “bersenggolan” saat bermanuver.
“Ini kan manuver formasi empat pesawat. Dua pesawat bisa kembali ke pangkalan, dan dua lagi lost contact di waktu bersamaan sehingga mungkin bersenggolan ketika manuver,” kata Khairul.
Walau demikian, secara umum dia mengatakan, terdapat beragam penyebab terjadinya kecelakaan pesawat, di antaranya adalah potensi adanya kelalaian manusia, pengaruh cuaca, dan juga proses pemeliharaan dan perawatan.
Terlepas dari penyebab jatuhnya dua pesawat tersebut, Khairul mengatakan bahwa insiden itu merupakan peringatan bagi TNI untuk segera melakukan pembenahan secara menyulur dalam tata kelola alutsista, mulai dari proses pengadaan, penggunaan, pemeliharaan, hingga pengembangan kapasitas sumber daya manusia.
“Memang kecelakaan satu saja sudah masalah, apalagi kalau kemudian sering terulang, bahkan dalam beberapa tahun ini bisa dikatakan hampir berturut-turut terjadi kecelakaan. Untuk itu perlu pembenahan menyeluruh dalam tata kelola alutsista,” kata Khairul Fahmi.
“Sehingga ini bisa menjadi pembelajaraan agar kejadian serupa bisa diantisipasi dan tidak terulang di masa depan,” katanya.
Selain itu, Khairul juga melihat bahwa perlu diberikan ruang fiskal yang memadai bagi TNI sehingga dapat melakukan pemeliharaan pesawat secara maksimal.
“Agar tidak berdampak pada kesiapan tempur dan kita juga tidak ingin keselamatan prajurit dan kondisi alutsista jadi terabaikan hanya karena persoalan-persoalan yang sebenarnya bisa dicari solusinya,” tambahnya.
Daftar kecelakaan pesawat TNI dalam beberapa tahun terakhir
Apa yang menimpa dua pesawat Super Tucano di Pasuruan itu bukan kali pertama.
Sebelumnya, pada 2016 lalu, pesawat Super Tucano juga pernah jatuh di Kota Malang dan menimpa sebuah rumah.
Pesawat itu disebut tengah melakukan tes terbang dan sempat mencapai ketinggian 25.000 kaki pada sekitar pukul 09.07 WIB. Namun pesawat itu kemudian mengalami hilang kontak dan jatuh sekitar pukul 10.20 WIB.
Selain pesawat Super Tucano, kendaraan terbang milik TNI lain juga pernah mengalami kecelakaan dalam beberapa tahun ke belakang.
Pada Mei 2023, helikopter latih milik TNI AD jatuh di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan seluruh kru selamat.
Kemudian Juli 2022, pesawat tempur T-50i Golden Eagle milik TNI AU jatuh di Blora Jawa Tengah, dan menewaskan seorang penerbang.
Beberapa bulan kemudian, pesawat latih TNI AL Bonanza G-36 jatuh di Selat Madura, Jawa Timur, padahal pesawat itu disebut baru menjalani pemeliharan berkala pada Agustus 2022 dan memiliki 190 jam terbang.
Sepanjang tahun 2020, setidaknya ada dua insiden kecelakaan, yaitu pesawat latih tempur TNI AU Hawk 209 jatuh di Riau dan helikopter angkut TNI AD Mi-17 jatuh di Kendal, Jawa Tengah.
Sumber : https://www.bbc.com/indonesia