
Rumah coklat Lung Anai.
Sambaranews.com, KUTAI KARTANEGARA – Di balik lebatnya hutan Kecamatan Loa Kulu, Desa Lung Anai menunjukkan bagaimana warisan tradisi bisa diolah menjadi kreasi bernilai ekonomi.
Dihuni masyarakat Dayak Kenyah sub-suku Lepoq Jalan, desa kecil ini tak sekadar bertahan dengan cara lama, tetapi bertransformasi melalui pengembangan kakao menjadi produk cokelat unggulan yang dikenal dengan nama Rumah Cokelat.
Sejak dimekarkan dari Desa Sungai Payang pada 2005, Lung Anai hanya memiliki lahan seluas 185,42 hektare.
Namun keterbatasan lahan tidak menyurutkan semangat warganya.
Mereka memanfaatkan lahan HGU milik perusahaan HTI, PT Niagamas, dan PT BDA untuk bertani khususnya menanam kakao, bahkan sejak tahun 1987.
Meski sebagian petani mulai beralih ke sawit, kakao tetap menjadi komoditas andalan. Potensi ini kemudian ditangkap oleh Pemerintah Desa Lung Anai bersama Yayasan PD Universitas Kutai Kartanegara, dengan dukungan CSR dari PT Multi Harapan Utama (MHU).
Pada 2023, inisiatif ini diwujudkan dalam bentuk Rumah Cokelat, sebuah program pengolahan kakao menjadi produk cokelat bernilai tambah.
“Ini bukan sekadar usaha. Rumah Cokelat adalah simbol transformasi desa dari petani tradisional menjadi pelaku industri kreatif,” ujar Lucas Nay, Kepala Desa Lung Anai sekaligus Pemilik Rumah Cokelat, Selasa (6/5/25).
Rumah Cokelat berdiri berkat kolaborasi multi-pihak. Pemerintah Kabupaten Kukar, BUMDes, Yayasan PD, dan PT MHU bahu-membahu dalam pengadaan alat pengolahan, pelatihan, hingga legalitas produk.
Kini, mereka memiliki delapan unit alat produksi, meskipun dengan kapasitas terbatas hanya 5 kg per proses. Pelatihan pengolahan pun dilakukan secara langsung dan praktis, diikuti dengan antusias oleh masyarakat.
Dalam dua tahun terakhir, pengembangan SDM menjadi prioritas. Yayasan PD mendampingi dalam manajemen, administrasi, dan proses legalisasi.
Rumah Cokelat kini telah mengantongi izin halal dari MUI, PIRT, NIP, dan sedang dalam proses pengurusan HAKI.
Dari sisi produk, Rumah Cokelat menawarkan lima varian: Cheese, Mint, Milk, dan Dark Chocolate.
Tiga varian pertama memiliki kandungan cokelat 56%, sedangkan varian Dark mengandung 80%. Semua diolah dari kakao lokal yang disuplai oleh warga sekitar melalui sistem kemitraan.
Meski berpotensi besar untuk mengikuti berbagai lomba, Lucas Nay memilih menunggu hingga produknya benar-benar siap.
“Kami ingin memastikan kualitas dan standar sudah mapan. Bukan sekadar ikut lomba, tapi membawa hasil yang membanggakan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, Arianto, turut memberi apresiasi.
Ia msngatakan, rumah Cokelat bukan hanya produk, tapi perwujudan semangat dan transformasi masyarakat Lung Anai.
Dari ladang ke laboratorium rasa, dari tradisi ke inovasi semua dimulai dari desa kecil yang kini memberi pengaruh besar.
“Desa Lung Anai bisa menjadi contoh bagaimana desa dengan sumber daya terbatas mampu berinovasi dan berdaya saing tinggi,” tandasnya. (Adv/DPMD KUKAR/Ak)