
Anggota Komisi IV DPRD Kota Balikpapan, Iim. *(Yud/ADV/DPRD Balikpapan)
Sambaranews.com, BALIKPAPAN – Anggota Komisi IV DPRD Kota Balikpapan, Iim, menanggapi maraknya praktik penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap karyawan yang dianggap merugikan pihak karyawan. Menurutnya, tindakan tersebut seharusnya tidak dilakukan apabila hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan dibangun atas dasar komunikasi yang jelas dan perjanjian yang transparan.
“Secara pribadi, kalaupun harus menahan ijazah itu, tapi itu bukan untuk mempersulit,” ujarnya saat ditemui media pada Selasa (22/4/2025). Iim menyatakan bahwa sebagai seorang pengusaha yang juga mempekerjakan karyawan, dirinya tidak pernah meminta atau menahan ijazah milik karyawan.
“Untuk apa juga nahan ijazah? Yang penting jelas dulu perjanjian kerjanya seperti apa,” tegas Iim.
Iim pun mempertanyakan dasar hukum terkait praktik penahanan ijazah tersebut, karena menurutnya jika komunikasi antara pengusaha dan karyawan berjalan baik, tidak perlu ada tindakan yang menyulitkan, seperti penahanan ijazah. Ia juga menilai bahwa hubungan kerja yang sehat tidak memerlukan adanya langkah yang dapat merugikan karyawan, apalagi jika masa kontrak sudah selesai.
“Kalau kontraknya sudah habis dan dia mau keluar, ya tinggal diselesaikan hak dan kewajibannya. Saya pikir gak usah dipersulit,” tambahnya.
Iim mengungkapkan penyesalannya terhadap perusahaan-perusahaan yang mempersulit proses pengunduran diri karyawan dengan cara menahan ijazah, yang pada akhirnya merugikan karyawan itu sendiri. Menurut Iim, hubungan kerja seperti ini menunjukkan ketidaksehatan dalam bekerja dan mencerminkan sikap yang kurang adil terhadap karyawan.
“Kalau saya pribadi, selama ini tidak pernah meminta ijazah. Saya biasanya kasih waktu tiga bulan masa percobaan, setelah itu tinggal dilanjut atau tidak. Kalau mereka mau keluar, kasih info saja supaya saya bisa cari pengganti,” jelasnya lebih lanjut.
Selain itu, Iim juga berbicara mengenai pentingnya peran perempuan dalam pendidikan dan kehidupan domestik. Ia menekankan bahwa perempuan berhak menuntut ilmu setinggi mungkin, namun tetap tidak melupakan kodratnya sebagai ibu dan pendidik di rumah.
“Perempuan itu harus cerdas, karena fungsinya sebagai ibu dan pendidik. Sekolah boleh setinggi mungkin, tapi ketika sudah menjadi ibu, tidak harus bekerja di luar rumah,” ujar Iim.
Namun, Iim juga memberikan pandangan yang lebih fleksibel mengenai peran perempuan dalam keluarga. Ia tidak menutup kemungkinan bagi perempuan untuk membantu ekonomi keluarga, asalkan tetap mengingat tugas utamanya di rumah sebagai seorang ibu.
“Kalau pun harus bantu suami mencari nafkah, ya silakan. Asal tetap ingat kodrat perempuan di rumahnya,” pungkasnya.
Praktik penahanan ijazah karyawan ini terus menjadi isu hangat yang mendapat perhatian banyak pihak. Diharapkan dengan adanya pembahasan ini, ke depannya dapat tercipta hubungan kerja yang lebih baik dan tidak merugikan pihak manapun, terutama karyawan. (ADV/DPRD Balikpapan)