
Evakuasi warga lansia di kawasan Beller. (ist)
Catatan Rizal Effendi
Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud (RM) dan wakilnya, Bagus Susetyo, menghadapi ujian serius belum sebulan setelah dilantik pada 20 Februari lalu. Ketika banjir besar melanda Jabodetabek, Balikpapan juga mengalami bencana serupa.
Hujan yang turun sejak Kamis (6/3) hingga Jumat menyebabkan Balikpapan terendam. Proyek pengendalian banjir di Jl. MT Haryono, yang menghabiskan APBD Rp136 miliar, tampak tidak berpengaruh. Kawasan Beller, yang sudah menjadi langganan banjir, mengalami kondisi yang semakin parah.
Selain Beller, sembilan titik lain juga diterjang banjir, yakni kawasan Gunung Kawi, Gunung Guntur, Sungai Ampal, Sumber Rejo, Gang Mufakat, Gang Al Makmur, Balikpapan Baru (BB), dan Gunung Sari. Akibat banjir ini, lalu lintas menjadi macet, banyak pegawai terlambat masuk kantor, dan Balikpapan Islamic School (BIS) di BB terpaksa meliburkan muridnya karena sekolah ikut tergenang, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, jamaah Masjid Namirah terpaksa melaksanakan salat Jumat tanpa pengeras suara karena listrik padam, sementara beberapa tempat wudhu mengalami kendala pasokan air.
Bencana ini menjadi viral di media sosial, dengan banyak warganet yang mencela dan mengkritik. Ribuan warga pun terganggu saat sahur. Beruntung, banjir di Balikpapan cepat surut selama air bisa mengalir ke laut tanpa hambatan pasang. “Ini ujian dan tantangan bagi pemimpin baru Balikpapan, terutama Pak Bagus yang baru menjabat,” ujar beberapa pihak.
Bagus Susetyo, yang memiliki latar belakang sebagai insinyur dan pengusaha di bidang pengembang, menjabat sebagai Ketua Real Estate Indonesia (REI) Kaltim serta meraih gelar doktor ilmu lingkungan dari Universitas Mulawarman (Unmul). Sejumlah pejabat Pemkot berharap ia membawa perubahan, meskipun berlatar belakang pengusaha, agar tidak menjalankan pemerintahan dengan motif bisnis pribadi.
Bagus juga dikenal kritis. Dalam sebuah rapat dinas sejenis Focus Group Discussion (FGD) di Kantor Bappeda pada Selasa (4/3), ia menyampaikan beberapa catatan. Pertama, ia mempertanyakan mengapa FGD masih diadakan, padahal terkesan sebagai pemborosan yang seharusnya ditinggalkan. Ia juga mengkritik penataan lampu jalan dan papan nama jalan yang beragam, termasuk yang bergaya seperti di Yogyakarta, karena tidak sesuai dengan karakter Kota Balikpapan.
Sayangnya, dalam forum tersebut, ia tidak menyinggung keberadaan staf khusus (Stafsus) Henry, yang merupakan tim sukses RM dan kini bercokol di Pemkot. Henry bahkan ikut berbicara dalam rapat, mendampingi Ketua Bappeda Murni, seolah memiliki posisi lebih tinggi dari kepala dinas.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah menginstruksikan bahwa kepala daerah hasil pelantikan serentak pada 20 Februari lalu tidak boleh lagi mengangkat tenaga ahli atau staf khusus, baik untuk kepala daerah maupun OPD-OPD. “Mereka yang melanggar akan ditindak tegas,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Prof. Zudan Arif Fakhrullah.
Larangan ini berkaitan dengan kebijakan Presiden Prabowo tentang pemangkasan dan penghematan anggaran sesuai dengan Inpres No. 1/2025. Zudan menegaskan bahwa anggaran sebaiknya difokuskan untuk pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Dengan demikian, semua staf khusus dan tenaga ahli yang diangkat kepala daerah sebelumnya otomatis gugur atau harus dihapuskan.
Sebelumnya, RM juga mengangkat tim asistensi bernama Tenaga Ahli Percepatan Pembangunan Kota Balikpapan (2P-KB), yang berisi pensiunan pejabat Pemkot dan aktivis, termasuk mantan Wakil Wali Kota Balikpapan, Heru Bambang.
Manajemen PDAM Diperketat
Sementara itu, tata kelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga diperketat oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kepala daerah sebagai kuasa pemilik modal (KPM) tidak bisa lagi sembarangan mengangkat Dewan Pengawas (Dewas), tenaga ahli, dan pekerja baru.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 23 Tahun 2024, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025, mengatur organisasi dan kepegawaian Badan Usaha Milik Daerah Air Minum (BUMDAM). Permendagri ini, yang berisi 108 pasal, ditandatangani oleh Mendagri Muhammad Tito Karnavian dan diundangkan di Jakarta pada 31 Desember 2024.
Beberapa pasal dalam Permendagri ini patut dicermati. Pasal 28 ayat (2) menyebutkan bahwa anggota Dewas dari unsur pemerintah daerah harus berasal dari mereka yang tidak bertugas dalam pelayanan publik. Dalam kasus PDAM Balikpapan atau Perumda Tirta Manuntung Balikpapan (PTMB), pengangkatan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Rita Latief, sebagai anggota Dewas perlu dikaji ulang. Sebagai Kadis PU, Rita berkaitan dengan pelayanan publik dan memiliki beban kerja tinggi, sehingga tidak efektif menjadi anggota Dewas.
Sesuai Pasal 28, anggota Dewas dari unsur Pemkot yang dapat diangkat hanya Sekda atau asisten, karena mereka tidak terlibat langsung dalam urusan pelayanan publik. Sebelumnya, wali kota telah menerapkan aturan ini, tetapi kemudian membuka peluang bagi kadis untuk menjadi Dewas.
Dalam Pasal 78, Direksi berwenang mengangkat dan memberhentikan pegawai BUMDAM, baik pegawai tetap maupun pegawai dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Pasal 80 menyatakan bahwa Direksi dapat mengangkat pegawai baru untuk jabatan tertentu, yaitu setingkat kepala bidang, dengan syarat memiliki keahlian dan pengalaman minimal lima tahun, sertifikasi, usia maksimal 45 tahun, serta lulus seleksi transparan dan terbuka.
Pasal 82 menyebutkan bahwa Direksi dapat mempekerjakan pekerja dan tenaga ahli berdasarkan PKWT. Pekerja PKWT harus berusia di bawah 35 tahun dan lulus seleksi, sementara tenaga ahli harus memiliki pengalaman minimal lima tahun dan lulus seleksi.
Dalam Pasal 104 ayat (2), ditegaskan bahwa setiap orang dalam pengurusan BUMDAM di suatu daerah, baik Direksi maupun Dewas, dilarang memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga dalam garis lurus ke atas, ke bawah, atau ke samping, termasuk hubungan akibat perkawinan. (*)